Karyawan yang tetap bekerja meski sedang sakit sering dianggap penuh
semangat sehingga banyak mendapat pujian. Padahal untuk jangka panjang,
perilaku yang disebut juga presenteeisme ini bisa memicu depresi dan
mengurangi produktivitas.
Bukan itu saja, mengabaikan kebutuhan untuk beristirahat saat sedang
sakit juga bisa meningkatkan risiko lain seperti kelelahan, migrain
serta nyeri otot dan tulang. Bahkan pada beberapa orang yang punya
gangguan jantung, hal itu bisa memperburuk kondisinya.
Penelitian terbaru yang dimuat British Medical Journal mengungkap, 85
persen karyawan pernah memaksakan diri masuk kerja saat kondisi
tubuhnya tidak fit, umumnya karena terserang flu. Sekitar 25 persen di
antaranya terjadi dalam sebulan terakhir.
Dalam jangka pendek, karyawan tersebut akan mendapatkan pujian di
lingkungan kerja atas semangatnya. Namun untuk jangka panjang, pujian
itu bisa menjerumuskan seseorang pada keletihan fisik dan mental yang
akhirnya justru menurunkan produktivitas.
Karyawan yang sering memaksakan diri biasanya melakukan pekerjaan
yang berhubungan dengan pelayanan langsung, misalnya guru dan tenaga
kesehatan. Selain faktor ingin mendapat pujian, rasa tanggung jawab
kepada pasien dan murid-muridnya juga mendorong seseorang untuk
mengabaikan sakitnya.
Dr Olubiyi Adesina, konsultan endokrinologi dari Federal Medical Center
di Ogun State mengatakan bahwa stres saat bekerja sangat mempengaruhi
daya tahan tubuh. Stres yang kronis bisa memicu depresi dan patah
semangat (burnout) sekaligus memperburuk penyakitnya.
“Dalam kondisi stres, segala sesuatu bisa menjadi penyakit atau memperburuk penyakit,” ungkap Dr Olubiyi seperti dikutip dari Tribune.com.
Keinginan untuk tetap bekerja saat kondisi fisik tidak memungkinkan sering disebut dengan istilah presenteeisme, kebalikan dari absenteeisme. Bagi perusahaan, presenteeisme sering memicu kerugian lebih besar dari absenteeisme karena stres justru mengurangi produktivitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar